Tuesday 11 February 2014

INI DIA CUPLIKAN DARI BOOK TWO: TIME(s)! :-D (Warning, containts spoiler!)



“Grand Piano itu?” tanyaku padanya.
“Itu hadiah ulang tahun dari Stefhan.” jawab John. Cepat-cepat aku berpaling menatap Stefhan yang membuat wajah tak bersalah dan menatap kearah Grand Piano keperakan yang baru kusadari pernah kulihat di malam kencan pertamaku dengannya, di toko peralatan musik milik keluarga Robin Hudgeson.
“Kau pernah bilang itu bagus,” alibi Stefhan.
“Kubilang bagus untukmu!” tukasku.
“Cemerlang sekali, Stefhan. Sekarang aku baru sadar apa yang kurang dari ruangan ini.” John membela Stefhan.
Aku memutar bola mata.
“Oke. Terimakasih.”
“Apapun untukmu.” jawab Stefhan. Ia lalu mencondongkan tubuh kearahku. “Kupikir suatu saat juga ibumu pasti akan menyewa seorang guru les piano. Jadi kenapa tidak sekarang saja?”
“Semua demi berdekatan denganku, tentu saja.” desahku, setengah berbisik. “Tapi hadiahmu selalu berlebihan, bagaimana mungkin aku bisa memberimu yang setara dengan ini?”
“Tak ada satu bagianpun dari dirimu yang setara dengan apapun bagiku.”
“Hmmm.” Aku menyerah. “Berapa tanggal ulangtahunmu?”
Stefhan tertawa. “Kau tidak pernah melihat-lihat profil facebook-ku atau bagaimana?”
“Tidak adil kalau hanya kau saja yang tahu hal-hal mengenaiku,” ketusku. “Dan aku sedang mencari peluang untuk balas budi.”
“Tidak perlu repot-repot,” sanggahnya. “Lagipula, ngomong-ngomong, ini hanya sebagian kecil dari segala hal yang sanggup kuberikanuntukmu. Jadi kau tidak usah capek-capek memikirkan balas budi, aku tidak pernah mengharapkan apa-apa, bagiku bisa melihatmu saja sudah impas.”
“Satu hal saja, Stefhan, aku mohon jangan pernah memberiku apapun lagi sebelum aku benar-benar membutuhkannya. Maukah kau berjanji?”
Stefhan mengerutkan dahinya, menatap kesungguhan tatapanku selama beberapa detik, kemudian mengangguk dengan enggan.
“Jadi kapan?” tanyaku lagi.
“Apanya?”
“Tanggal ulangtahunmu, kau pikir aku sedang menanyakan kapan kita bisa memulai perjalanan keliling Eropa?”
“Tadinya kuharap begitu.”
Aku mengerling tajam kearahnya.
“Baiklah, baiklah, 23 Desember.” jawabnya sambil mengangkat kedua tangan. “Begitu?”
Aku mendesah lega dan tersenyum padanya.
“Tapi,” lanjutnya lagi―ia tersenyum, namun memandangku bersikeras. “Dari semua hadiah yang kutawarkan, kurasa kau tak akan menolak yang satu ini.”
Ia kemudian membelai-belai pipiku dengan sebelah tangannya, kehangatan yang menjalar ke pori-poriku sangat luar biasa. Aku menundukkan kepala, sebelah tanganku mengelus liontin keperakan Tiffany’s berbentuk dua huruf ‘S’ yang saling bersilangan membentuk simbol infinity―pemberian Stefhan di malam ia memintaku untuk menjadi tunangannya―lalu mulai merasa gugup. Otakku tak lagi mengingat apa yang ingin kutanyakan pada Stefhan sebelumnya, terlalu sibuk memikirkan cara untuk menemukan suatu tempat dirumah ini yang jauh dari jangkauan pandang keluargaku, lalu tenggelam dalam-dalam di pelukan paling menentramkan sedunia milik Stefhan. (from Time[s] by Aya Swords)

1 comment:

  1. saya menunggu untuk cerita selanjutnya tatiana & don
    lekas terbitkan kak xD

    ReplyDelete