Sunday 16 February 2014

MISTERI DIBALIK NOVEL MASK(s)--The Expansion of Human Genome Project (Proyek Pemetaan Gen Dalam Tubuh Manusia)

Sebuah perusahaan Rusia bernama Morgana Kompaniya membuat usulan berupa sebuah program visioner yang memanfaatkan pemetaan karakter pada gen manusia bernama The Expansion of Human Genome Project pada tahun 1990 dan didanai oleh negara-negara maju. Program ini bertujuan untuk mengembangkan sifat-sifat super dalam tubuh manusia dengan cara memasukkan sebuah serum bernama Capitoline Xanthone 8, yang merupakan formula yang dibuat dari olahan kimia dan gen telekinesis--yang kemudian menghasilkan tiga jenis kemampuan super. Hasilnya, manusia yang dijadikan bahan percobaan dari program tersebut akan mempunyai sifat super di dalam tubuh mereka. Orang-orang super ini kemudian disebut dengan Gen Holders (orang-orang pembawa gen) yang berkemampuan Transfigurator, Teleporter, atau Telekinetis.
Transfigurator adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mengubah wujudnya, sehingga orang lain bisa melihatnya dengan wujud yang berbeda dari aslinya. Sebelum dikembangkan, seorang Transfigurator hanya bisa mengandalkan ilusi dari orang yang ia kehendaki, sehingga orang itu melihatnya dengan wujud yang berbeda. Tapi setelah dikembangkan, seorang Transfigurator akan bisa merubah semua sel-sel, organ tubuh, dan rupanya menjadi persis seperti orang yang dikehendakinya (nama lainnya adalah Shape-shifter).
Teleporter adalah seseorang yang bisa mengendalikan/berpindah-pindah ruang dan waktu. Dalam artian disini, ia bisa pergi menjelajah waktu baik itu ke masa lalu, ke masa depan, atau ke tempat-tempat yang dikehendakinya. Bila dikembangkan, seorang Teleporter juga akan bisa melakukan penghentian, perlambatan, dan percepatan waktu.
Telekinetis adalah seseorang yang mempunya kemampuan untuk memindahkan benda atau apapun hanya dengan kekuatan pikiran, dalam arti ia tak perlu berada di dekat atau bahkan menyentuh objek yang akan ia pindahkan sama sekali. Setelah dikembangkan, seorang telekinesis akan bisa mengendalikan semua elemen yang ada di sekitarnya seperti angin, api, air dan tanah. Telekinetis terbagi menjadi telekinetis pure dan non-pure.

Para Gen Holders di dunia tentunya mempunyai beberapa golongan, yaitu: Jupiter, Minerva, dan Juno.
Setiap Jupiter adalah gen holder yang telah mengembangkan kemampuan super dalam dirinya, sehingga ia mendapatkan kemampuan-kemampuan lain yang telah dikembangkan dari kemampuan asalnya (misalnya seorang Jupiter Teleporter, tadinya ia hanya bisa menjelajah waktu, tapi setelah menjadi seorang Jupiter ia akan mampu menghentikan, mempercepat, memperlambat waktu, memprediksi masa depan dan masa lalu, dan lain-lain sesuai kemampuannya).
Seorang Juno adalah gen holder yang tidak pernah mengembangkan kemampuannya, dan hanya memanfaatkan kemampuan dasarnya saja.
Minerva adalah seorang seorang telekinetis pure (yang sudah mempunyai gen telekinesis di dalam tubuhnya tanpa didapat dari serum, melainkan sudah dimilki sejak lahir karena faktor keturunan). Gen seorang Minerva lah yang dijadikan bahan utama dalam serum yang disuntikkan pada tubuh para gen holder. Seorang Minerva bisa mengembangkan kemampuannya dan menjadi seorang Jupiter, tapi jika ia memilih untuk tidak mengembangkannya sama sekali, maka kemampuan telekinesisnya tak akan bisa dipergunakan sama sekali.

Friday 14 February 2014

CUPLIKAN MASKS PART 2 :-P

My favorite scene, the night of Shenia and Stefhan;s first date <3

“Oke, jangan bahas tragedi apa pun,” ujarku akhirnya. “Maukah kau
mengucapkan sepatah kata saja padaku?”
Di luar dugaan, ia memalingkan wajahnya padaku. Ekspresinya masih
tidak semanis biasanya, tapi setidaknya ia berusaha mengukir sedikit
senyum di wajahnya yang kaku tapi begitu halus tanpa cela.
Itu tetap membuatku merasa lebih baik.
Ketika aku memperhatikan jalan, kami sudah sampai di kilometer 21. Itu
artinya sebentar lagi kami sudah keluar jalan tol. Sudah saatnya aku berpisah
dengan Stefhan, demi apa pun yang mendadak ingin diurusinya malam ini.
Hatiku tiba-tiba merasa tidak enak—atau tidak puas.
Stefhan menepikan mobilnya ke kiri, agak canggung, entah apa yang
menjadi penyebabnya. Ia tak mematikan mesin, itu tandanya ia tidak sedang
ingin mengajakku bicara banyak. Dan sesuai dengan dugaanku, ia hanya menjulurkan
tangan kirinya menggapai bahu kiriku, meraih tubuhku mendekat
padanya. Ketiba-tibaan ini membuatku terenyak kaget. Namun beberapa
detik kemudian, aku sudah nyaman menyandarkan kepalaku di bahunya.
Pelukannya lebih hangat dari selimut mana pun yang pernah menutupi
tubuhku, melindungiku dari udara dingin.
“Kita akan menunggu di sini sampai kendaraan yang menjemputmu
datang,” katanya.
“Aku akan menikmatinya kalau begitu.”
“Apanya?”
“Detik-detik terakhirku dekat denganmu malam ini.”
“Aku akan menemuimu lagi, Shenia.” Ia sedikit tersenyum. “Bahkan
mungkin sedikit lebih sering.”
“Aku tetap ingin menikmatinya,” ulangku.
Aku merasakan Stefhan menggeleng-gelengkan kepalanya ringan di
atas kepalaku. “Kau tahu? Kau satu-satunya orang yang bisa mengendalikan
perasaanku.”
“Mengendalikan bagaimana?”
“Aku berusaha semampuku untuk menyembunyikannya. Semenit yang
lalu, perasaanku masih belum sebaik ini dan—”
“Kau sama sekali tidak berhasil menyembunyikannya,” potongku.
“—dan sekarang kau membuatnya jauh lebih baik,” lanjutnya, senyumnya
melebar.
Aku mengangkat bahu. “Aku tak melakukan apa pun.”
“Kau bilang kau ingin menikmati waktu bersamaku, itu yang membuat
perasaanku membaik.”
“Memangnya apa istimewanya?” Aku menunduk, menyembunyikan
wajahku yang memerah walau aku tahu di dalam mobil yang gelap ia tak
mungkin bisa melihatnya.
“Shenny.” Ia menggunakan sebelah tangannya untuk mengangkat
daguku hingga wajahku hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Suara
degupan jantungku yang memalukan tak bisa kukontrol lagi. “Segala hal yang
berhubungan denganmu—semuanya—sangat penting bagiku.”
Aku tertegun, tetap tak sanggup memalingkan tatapanku dari mata
indahnya yang menatapku tajam.
“Apa kau masih belum paham apa maksudnya?” tambahnya.
Kini jemarinya yang lembut merengkuh wajahku. Matanya begitu lekat
menatap wajahku sampai aku merasakan hidung kami bersentuhan. Aku
masih belum bisa berkata apa-apa. Bagaimana aku bisa berkata sesuatu?
Darah yang naik ke otakku karena rasa gugup sialan ini membuat
kepalaku semakin pening, hampir-hampir aku sulit bernapas.
“Sudah sedekat ini, kau masih belum menyadari kalau aku mencintaimu?”
Dan sepersekian detik kemudian, aku sudah larut dalam fantasiku.

***

Tuesday 11 February 2014

Ariana Grande and Nathan Sykes - Almost is Never Enough lyric



"Almost Is Never Enough"
(with Nathan Sykes)
I'd like to say we gave it a try
I'd like to blame it all on life
Maybe we just weren't right, but that's a lie, that's a lie

And we can deny it as much as we want
But in time our feelings will show

'Cause sooner or later
We'll wonder why we gave up
The truth is everyone knows

Almost, almost is never enough
So close to being in love
If I would have known that you wanted me
The way I wanted you
Then maybe we wouldn't be two worlds apart
But right here in each other's arms

And we almost, we almost knew what love was
But almost is never enough

If I could change the world overnight
There'd be no such thing as goodbye
You'd be standing right where you were
And we'd get the chance we deserve

Try to deny it as much as you want
But in time our feelings will show

'Cause sooner or later
We'll wonder why we gave up
The truth is everyone knows

Almost, almost is never enough
We were so close to being in love
If I would have known that you wanted me, the way I wanted you
Then maybe we wouldn't be two worlds apart
But right here in each other's arms

And we almost, we almost knew what love was
But almost is never enough

Oh, oh baby, you know, you know, baby
Almost, baby, is never enough, baby
You know

And we can deny it as much as we want
But in time our feelings will show

'Cause sooner or later
We'll wonder why we gave up
The truth is everyone knows

Almost, almost is never enough (is never enough, babe)
We were so close to being in love (so close)
If I would have known that you wanted me the way I wanted you (babe)
Then maybe we wouldn't be two worlds apart
But right here in each other's arms

And we almost, we almost knew what love was (baby)
But almost is never enough

Oh, oh baby, you know, you know, baby
Almost is never enough baby
You know

INI DIA CUPLIKAN DARI BOOK TWO: TIME(s)! :-D (Warning, containts spoiler!)



“Grand Piano itu?” tanyaku padanya.
“Itu hadiah ulang tahun dari Stefhan.” jawab John. Cepat-cepat aku berpaling menatap Stefhan yang membuat wajah tak bersalah dan menatap kearah Grand Piano keperakan yang baru kusadari pernah kulihat di malam kencan pertamaku dengannya, di toko peralatan musik milik keluarga Robin Hudgeson.
“Kau pernah bilang itu bagus,” alibi Stefhan.
“Kubilang bagus untukmu!” tukasku.
“Cemerlang sekali, Stefhan. Sekarang aku baru sadar apa yang kurang dari ruangan ini.” John membela Stefhan.
Aku memutar bola mata.
“Oke. Terimakasih.”
“Apapun untukmu.” jawab Stefhan. Ia lalu mencondongkan tubuh kearahku. “Kupikir suatu saat juga ibumu pasti akan menyewa seorang guru les piano. Jadi kenapa tidak sekarang saja?”
“Semua demi berdekatan denganku, tentu saja.” desahku, setengah berbisik. “Tapi hadiahmu selalu berlebihan, bagaimana mungkin aku bisa memberimu yang setara dengan ini?”
“Tak ada satu bagianpun dari dirimu yang setara dengan apapun bagiku.”
“Hmmm.” Aku menyerah. “Berapa tanggal ulangtahunmu?”
Stefhan tertawa. “Kau tidak pernah melihat-lihat profil facebook-ku atau bagaimana?”
“Tidak adil kalau hanya kau saja yang tahu hal-hal mengenaiku,” ketusku. “Dan aku sedang mencari peluang untuk balas budi.”
“Tidak perlu repot-repot,” sanggahnya. “Lagipula, ngomong-ngomong, ini hanya sebagian kecil dari segala hal yang sanggup kuberikanuntukmu. Jadi kau tidak usah capek-capek memikirkan balas budi, aku tidak pernah mengharapkan apa-apa, bagiku bisa melihatmu saja sudah impas.”
“Satu hal saja, Stefhan, aku mohon jangan pernah memberiku apapun lagi sebelum aku benar-benar membutuhkannya. Maukah kau berjanji?”
Stefhan mengerutkan dahinya, menatap kesungguhan tatapanku selama beberapa detik, kemudian mengangguk dengan enggan.
“Jadi kapan?” tanyaku lagi.
“Apanya?”
“Tanggal ulangtahunmu, kau pikir aku sedang menanyakan kapan kita bisa memulai perjalanan keliling Eropa?”
“Tadinya kuharap begitu.”
Aku mengerling tajam kearahnya.
“Baiklah, baiklah, 23 Desember.” jawabnya sambil mengangkat kedua tangan. “Begitu?”
Aku mendesah lega dan tersenyum padanya.
“Tapi,” lanjutnya lagi―ia tersenyum, namun memandangku bersikeras. “Dari semua hadiah yang kutawarkan, kurasa kau tak akan menolak yang satu ini.”
Ia kemudian membelai-belai pipiku dengan sebelah tangannya, kehangatan yang menjalar ke pori-poriku sangat luar biasa. Aku menundukkan kepala, sebelah tanganku mengelus liontin keperakan Tiffany’s berbentuk dua huruf ‘S’ yang saling bersilangan membentuk simbol infinity―pemberian Stefhan di malam ia memintaku untuk menjadi tunangannya―lalu mulai merasa gugup. Otakku tak lagi mengingat apa yang ingin kutanyakan pada Stefhan sebelumnya, terlalu sibuk memikirkan cara untuk menemukan suatu tempat dirumah ini yang jauh dari jangkauan pandang keluargaku, lalu tenggelam dalam-dalam di pelukan paling menentramkan sedunia milik Stefhan. (from Time[s] by Aya Swords)

SOME TESTIMONIES OF THE NOVEL :-)

Here they aaareee!









Review MASKS(s), Novel Romance Berbau Science-Fiction

Buat kamu-kamu semua yang suka baca novel, terutama novel-novel romance yang berbau fantasi atau yang genrenya sedikit 'gak biasa', jangan ragu lagi, coba cicipin deh novel yang judulnya Mask(s) ini. Novel yang berkisah tentang kehidupan sepasang kekasih (cikiciw) bernama Shenia dan Stefhan ini bakalan jadi cerita yang bikin kamu gereget. Alur ceritanya sendiri ga selalu maju, tapi juga ga selalu mundur (kayak setrikaan) jadi ga bakal bikin kamu bosan, karena saat kamu membaca satu adegan, kamu akan menemukan lagi keterkaitan antara beberapa kejadian dan insiden-insiden penting yang ada dalam cerita ini. Selain romance, kamu juga bisa ngerasain bumbu-bumbu action dan kejadian-kejadian yang memicu adrenalin dalam cerita di novel ini. Gimana, udah penasaran belum? :-p
Walau sedikit banyak setting yang digunakan adalah luar negeri, tapi sebenarnya novel ini berkisah tentang seorang gadis muda asal Indonesia, namanya Shenia. Mask(s) sendiri adalah buku pertama (kalau buku pertama pasti ada sekuelnya hehehe) yang settingnya sendiri berada di Indonesia, tepatnya di Jakarta.
Nah, bicara soal genre, kenapa genrenya disebut 'gak biasa'? Karena biasanya cerita-cerita romance-fantasy yang belakangan ini sedang beredar lebih menitik beratkan kepada latar belakang kehidupan para pemeran utama yang benar-benar pure fantasy si penulis (misalnya vampir, malaikat, makhluk gaib, atau pemburu makhluk-makhluk gaib), tapi di Mask(s) ini rupanya ceritanya agak sedikit berbeda dari yang lain, karena salah satu pemeran utama di buku ini punya semacam kekuatan Super Hero yang juga diciptakan oleh tangan-tangan manusia. Disinilah kamu bisa merasakan hawa-hawa science-fictionnya, hehehe :-)
Cerita bermulai dari kepindahan Shenia dari Bandung ke Jakarta. Kepindahannya dilatar belakangi dari keinginan ayah tirinya yang ingin Shenia hidup lebih terjamin dan mendapatkan segala fasilitas yang cukup, atau mungkin lebih dari cukup, karena ayah tiri bersama ibu kandung dan adik-adiknya akan sesegera mungkin meninggalkan indonesia dan menetap di London, Inggris.
Shenia tentu merasa sedih, tapi ini konsekuensi yang harus ia hadapi saat ia memutuskan untuk tetap tinggal di Indonesia sampai masa-masa SMAnya selesai. Ia juga harus menerima ketika John, ayah tirinya, mendaftarkannya untuk masuk ke The Grand International High School of Jakarta, sekolah internasional pilihannya.
Di sekolah itulah ia akhirnya bertemu dengan teman-teman baru termasuk Stefhan Hudgeson, si pemuda tampan yang kabarnya adalah putra dari kepala dewan sekolah. Stefhan adalah pemuda yang penuh daya tarik, ramah tamah, cerdas dan bersahaja, hampir semua gadis menyukainya. Pada akhirnya, Shenia pun tertarik padanya. Tapi bukan karena ketampanan dan segala hal-hal umum yang dimilikinya yang terlihat oleh kasat mata. Shenia menyukainya karena segala rahasia yang dimiliki Stefhan, yang secara tak sengaja ia temukan satu-persatu...
Sampai pada akhirnya, saat mereka sudah terlanjur saling mencintai dan terikat satu sama lain, Shenia pun tidak memiliki jalan untuk kembali. Ia hanya bisa terus berada di sisi Stefhan, mencintainya dengan sepenuh hati dan menghadapi segala hal yang menjadi resikonya....
Nah, itu dia sedikit gambaran ceritanya. Penasaran pengen tahu lebih lanjut? Baca aja novelnya :-) bisa ditemukan di toko-toko buku Gramedia, Gunung Agung,Togamas dan lain-lainnya. Happy reading ;-)